
Sebuah cerita pendek dari Rohimul Hadi
Suara kereta api berderu. Besi baja bertubrukan dengan baja. Suara lengkingan bel sangat memekakan telinga. Pepohonan di luar terlihat melambat. Aku masih duduk di pojok di bawah daun jendela kereta. Tujuan sudah dekat dan kereta melambat.
Aku sudah tak sabar melepas rindu ini. Bukan pada seorang perempuan -aku seorang laki-laki. Bukan rindu anak muda yang menggebu-gebu pada seorang yang disukainya. Ini berbeda. Yang ku bayangkan, aku turun dari kereta ini. Mencari sekeliling peron dimanakah dia berada. Dan aku ingin memeluknya. Sudah lama sekali kapan terakhir kali kita berpelukan.
Kereta semakin melambat. Beberapa saat lagi peron sudah kelihatan dan aku tak sabar.
Aku melihat sekeliling peron memastikan dimana dia berada. Melihat dari daun jendela yang sama dimana aku duduk tadi. Banyak kerumunan orang yang menyambut disana. Sama seperti aku. Mereka ingin bertemu dengan orang yang dicinta. Aku fokus mencari ke segala arah. Terlihat seorang laki-laki sedang merokok, berkumis, mengenakan kemeja hitam, tingginya sama dengan aku kira-kira. Tapi ketika kereta benar-benar berhenti, ternyata dia bukan orang yang aku maksud.
Aku berjalan menyusuri gerbong membawa koper di tangan kanan dan tas di punggung. Langkah demi langkah memperhatikan orang-orang yang ada di peron sambil sesekali melihat jalan agar tak bertabrakan dengan orang di depan ku -sama-sama keluar dari kereta. Sampai di pintu kereta dan hendak melangkah turun. Aku melihatnya. Aku benar-benar melihat dia. Dia sama seperti dulu. tidak ada bedanya walau sudah bertahun-tahun tidak pernah bertemu. berkumis, kemeja coklat bergaris, celana hitam dan dia diam mengamati aku dari kejauhan sana. Pastinya dia sudah tahu posisiku, yang berbeda darinya, dia tidak mengenakan topi abu-abunya.
Sama seperti dulu ketika ia menjemputku pulang sekolah. Dia duduk di motor merahnya. Menunggu sambil merokok mengebulkan asapnya. Tak lupa topi abu-abunya selalu menemaninya kemana-mana.
Perasaanku sudah bahagia, luruh semua rindu ini melihatnya. Hal yang sudah pasti ku rindukan akan terjadi kenyataan. Aku ingin memeluknya. Dengan hati-hati aku turun dari kereta, memastikan semuanya aman. Aku berjalan menelusuri peron. Melewati banyak orang yang baru turun dari kereta, orang yang menunggu, dan mereka yang sudah bertemu. Aku sudah sampai di tempat di mana aku melihat nya tadi. Tapi, dia tiada. Hanya ada dua orang laki-laki yang sedang mengobrol, dan mereka bukan termasuk salah satu orang yang aku maksud. Aku kecewa. Hati ku merintih sakit dan pedih. Tak ada rasa rindu yang mengalahkan rindu ini. Tak satupun orang.
Aku terbangun. Fajar akan merekah dari ujung timur negeri ini. Aku melihat diriku sendiri menangis dalam mimpi. Tapi, pedih yang ku rasa di hati ini masih ada. Tak terasa air mata ini jatuh. Aku rapuh ketika aku merindukan mu. Semoga engkau tenang di sana. Aku masih anak laki-laki kecilmu.
Epilog
Setiap pertemuan, bahkan yang hanya terjadi sekilas di balik jendela kereta, menyimpan cerita yang tak selalu terucap. Kisah sederhana seperti ini mengingatkan kita bahwa makna hidup seringkali tersembunyi dalam hal-hal kecil—seperti tatapan anak yang penuh tanya, atau diamnya seorang bapak yang merokok di peron. Cerita ini bukan hanya fiksi, tapi cermin dari kenyataan yang mungkin pernah kita temui, atau justru sedang kita jalani.
Temukan Cerita Lainnya yang Menginspirasi
Jika kamu menyukai cerita pendek tentang kehidupan sehari-hari yang penuh makna, reflektif, dan mampu membuka sudut pandang baru, kamu bisa menemukan lebih banyak di kategori cerpen kehidupan. Di sana, setiap kisah ditulis untuk menyentuh, menginspirasi, atau sekadar menemani hari-harimu yang sunyi. Kami percaya bahwa cerita yang kuat tak selalu harus panjang, tapi cukup menyentuh titik paling manusiawi dalam diri kita.
Temukan kisah lainnya hanya di sini ruang di mana cerita pendek berkualitas hidup dan tumbuh, menghadirkan inspirasi yang dekat dengan realita kita. Karena setiap detik punya cerita, dan siapa tahu, cerita berikutnya bisa saja mengubah caramu melihat dunia.